-->

Cerita Jilbab di Sydney

Beberapa hari yang lalu saya menonton film 99 Cahaya Langit di Eropa bersama seorang teman. Sebenarnya saya jarang sekali tertarik menonton film Indonesia di bioskop, tapi kali itu saya pergi karena traktiran teman (hihi :p). Diawali dengan gambaran betapa sulitnya memegang teguh Islam di Eropa, film ini kemudian membawa kita menelusuri sejarah Islam di Eropa. Tapi yang menarik bagi saya adalah tentang kesulitan-kesulitan hidup sebagai muslim di Eropa, apalagi untuk melaksanakan sholat di kampus atau mencari makanan halal. Nah, setelah menonton film ini nih saya jadi tergugah (ceileee) untuk menulis pengalaman sendiri soal muslim di negeri mayoritas non-muslim.

Berjilbab di negeri yang mayoritas non-muslim memang bukan hal mudah. Apalagi gara-gara aksi gak bertanggungjawab beberapa orang yang mengatasnamakan Islam udah menimbulkan stereotip buruk tentang wanita berjilbab. Hal ini saya alami juga sewaktu di Sydney, Australia. Sewaktu masuk kelas akuntansi, gak ada satu orang pun yang menatap saya dengan ramah. Entah hanya perasaan aja atau mungkin memang begitu adanya, mereka memandang saya seolah saya ini orang aneh (huhu). Padahal saya udah coba nyapa, tapi tanggapannya dingin. Alhasil, saya seperti anak tiri di dalam kelas, duduk sendiri di belakang, dan di sudut, untungnya materi yang didiskusikan menarik, soal pengauditan, jadi kelas gak berasa kayak di neraka buat saya.

Meski dapat pandangan aneh di kelas karena jilbab, hidup sebagai muslim di Sydney saya rasa gak separah di Eropa (yang digambarkan di film 99 Cahaya di Langit Eropa). Selama di kampus (University of Technology Sydney), saya gak mengalami kesulitan melaksanakan Sholat karena ada fasilitas mushola dan kamar mandi yang dilengkapi tempat berwudhu di dalam kampus. Musholanya sangat sejuk dan nyaman untuk sholat, meski tak luas. Soal makanan, di kantin kampus ada orang Indonesia yang meski non muslim tapi mengerti betul apa saja yang boleh dan tidak boleh kami makan.

Selama di Sydney juga saya bertemu beberapa orang asing yang justru tertarik melihat jilbab yang saya pakai. Mereka ramah banget menyapa rombongan kami bahkan bertanya soal jilbab dan menyampaikan ketertarikannya soal Islam setelah mendengar  penjelasan kami mengapa harus memakai jilbab. Malah, ada teman asal Scotlandia yang kepincut sama salah satu teman saya yang juga berjilbab (sssst! hihihi).

Bersama Ryan, dari Scotlandia
Bersama Heather, Seorang Perawat dari Melbourne, Autralian
Selain itu, ada loh seorang teman saya yang orang asli Australia gak berhenti memuji jilbab yang kami pakai. Dia juga berkali-kali mengungkapkan kekagumannya ke Islam. Namanya Ben, dia atheis dan bad boy (hahaha), usianya baru 18 tahun. Saya ingat betul, waktu itu saya ke kamar teman-teman saya yang cowo untuk mengambil beberapa file, ketika itu ada Ben di kamar mereka. Kemudian kami berdiskusi soal jilbab, saya pun menjelaskan mengapa kami, muslimah diwajibkan berjilbab. Lalu Ben berkomentar kalau Islam adalah agama yang sangat mengagumkan, suci dan bersih dan sangat memuliakan wanita. Katanya lagi, dia dan teman-temannya memang sangat suka melihat wanita yang berpakaian minim, seperti rok atau celana pendek dengan baju yang memperlihatkan lekuk tubuh atau bahkan (maaf) belahan dada. Tapi, kata Ben lagi, yang ada di pikiran mereka adalah pikiran kotor dan bahwa wanita seperti itu sangat murahan, membiarkan siapa saja melihat keindahan tubuhnya. Sedangkan wanita berjilbab dengan pakaian yang tidak memperlihatkan lekuk tubuh menurutnya sangat mengagumkan dan terhormat, Ben sangat mengagumi jilbab. Nah, bahkan ternyata orang bule pun punya persepsi seperti itu tentang wanita yang berpakaian minim. Saat itu rasanya saya ingin sekali memperdengarkan langsung ke wanita-wanita yang suka marah ketika ditegur karena berpakaian minim dan mengatakan kalau orang di Indonesia norak gak bisa lihat wanita berpakaian seksi, lalu juga mengatakan kalau orang bule biasa saja jika melihat wanita berpakaian minim. Saya ingin memberitahu ke mereka, kalau mereka salah besar. Nyatanya, lelaki semua sama, mau dari Indonesia ataupun dari barat, tetap punya pikiran sama jika melihat wanita berpakaian seksi.
Bersama Ben
Setelah nonton 99 Cahaya di Langit Eropa plus dari pengalaman sendiri, saya menyimpulkan kalau setiap muslim dan muslimah adalah duta bagi Islam, dan kitalah yang menentukan apakah Islam akan dikenal sebagai agama yang penuh kebaikan atau malah dikenal dengan stereotip yang buruk. Tapi tetap ya guys, jangan sampai karena mau dibilang toleran dan ramah, kita malah keikut Liberal. Tetap say no to Jaringan Islam Liberal! Toleransi itu menghormati, tidak mengganggu, tidak menghina dan tidak menghambat agama lain menjalankan ibadahnya. Toleransi beragama itu harus, tapi liberalisme dan pluralisme dalam beragama itu gak boleh. Sip deh, sampai ketemu di postingan lain :D.





Cerita Jilbab di Sydney